Kapan Ia Datang Melamar?

Halo? Apa yang kau lakukan di situ? Turunlah ke mari. Kau bilang ingin tahu sedikit tentang aku. Tentang sejenisku. Oh baiklah kalau kau ingin tetap di situ. Hmm… tapi apa kau tidak kedinginan duduk bertengger di pinggir jendela begitu? Oh maaf, aku lupa. Kau dan sejenismu tidak merasa, ya? Kalian tidak punya perasaan dan tidak bisa merasakan apapun…

Benarkah begitu? Jadi kalian tidak bisa merasakan udara dingin jam tiga pagi walau kita sama-sama terjaga dan aku menggigil di sini? Kasihan sekali kamu, Mal… aku kira menjadi malaikat seperti kamu itu menyenangkan, tapi kok aku malah kasihan padamu ya…

Kalian bisa terbang kan? Bagaimana rasanya terbang? Oh maaf lagi. Kau tidak tahu rasanya, ya? Pasti asyik sekali tertendang-tendang angin saat tubuhmu melayang melawan gravitasi. Hmm…Kalau aku bisa terbang, aku mau keliling kota mengajak ayahku. Hah! Beliau pasti senang dan terkaget-kaget melihat betapa sudah banyak berubahnya dunia ini. Sudah lama sekali semenjak ia terakhir bisa berjalan dan berkeliling kota.

Kau mau coba ini? Ayo temani aku mabuk. Kita mabuk teh bersama. Apa? Kalian malaikat tak juga pernah makan atau minum? Ck… ck… Mengapa tidak Tuhan ciptakan semua makhluk-Nya tak perlu makan atau minum agar tak perlu repot kami ini melacur dan menghinakan diri demi sesuap nasi? Oh ya, kau benar. Dia lebih tahu, kan? Ya ya ya… ada alasan dalam semua kejadian dan penciptaan meskipun aku tak pernah terlalu mengerti dengan apa yang ada dalam Pikiran-Nya ketika menciptakan manusia.

Hmmm… jadi kau benar-benar tidak bisa merasa, Mal? Serius? Kau bahkan tak bisa mengecap manis, pahit, asam atau asin di lidahmu? Ah, Mal. Itulah enaknya jadi manusia: kau bisa MERASA. Jutaan, Mal. Ada jutaan rasa di dunia ini dan tidak semuanya bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Semuanya hanya bisa kau rasakan untuk benarbenar tahu bagaimana rasanya.

Setelah kupikir-pikir, aku tak mau jadi malaikat. Walaupun aku iri sangat pada kedekatan kalian dengan Tuhan, aku ingin tetap jadi manusia biasa saja. Agar bisa tetap merasakan semua ini. Sakit, pedih, resah, senang, gembira, marah, sedih, rindu, cinta. Yah, terlebih yang kusebut belakangan. Tak tahukah kau yang terakhir itu adalah sejenis emosi kompleks yang bisa membuat manusia tak berdaya seperti aku ini mampu melakukan apa saja? Aku ingin tetap merasakan semua emosi itu, Mal.

Eh, tunggu sebentar. Sebelum kau pergi, aku mau minta tolong. Tolong sampaikan salamku pada El-Maut. Tanyakan padanya, kapan ia datang melamarku? Dan kalau kau sempat bertemu Tuhan, tolong tanyakan juga pada-Nya, apakah ada kemungkinan aku bisa memandang dan menyentuh Wajah Indah-Nya kelak? Yah, walaupun aku yakin aku hanya akan meluruh dan berubah debu saat Cahaya-Nya menyentuh wajahku, tapi itu pastilah akan jadi kebahagiaan terbesarku. Aku tahu permintaanku ini terlalu banyak, tapi rindu ini sangat ingin memandang dan merasakan-Nya, Mal… Kau mengerti maksudku, kan?

Hhh… Ya sudah, Mal. Hati-hati di jalan (jangan tertawa, aku hanya sudah terbiasa mengucapkan kalimat itu pada teman-temanku dan tak ingin merubahnya walau kau jelas tak perlu berhati-hati terhadap apapun). Sampai jumpa lagi, Mal.
.
..
…abis baca “Cecilia dan Malaikat Ariel”-nya Jostein Gaarder, sedikit demam tinggi dan mulai semacam berhalusinasi karena tidak juga bisa tidur meski sudah lewat jam tiga dini hari tadi…